MAKALAH SEJARAH DAN PERKEMBANGAN CANDI BOROBUDUR
MAGELANG, JAWA TENGAH
BAB I
MAGELANG, JAWA TENGAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Menurut Prof. H. Moh
Yamin, (1989: 48) bahwa “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun
atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan
kenyataan.” Secara umum sejarah adalah suatu peristiwa yang terjadi pada masa
lampau.
Setelah adanya pengaruh dari luar, negara Indonesia menjadi sebuah
negara yang memiliki banyak agama. Indonesia adalah negara yang terdiri dari
berbagai macam suku, bangsa, budaya, bahasa, dan agama. Salah satu perbedaan
yang paling mencolok dengan negara lain yaitu adanya lima macam agama di negara
Indonesia. Diantaranya Agama Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, dan
Budha.
Dari kelima agama tersebut, Agama Budha merupakan agama yang
meninggalkan sejarah terbesar di Indonesia yaitu dengan mewariskan suatu
bangunan yang dianggap suci bagi umat Budha serta memiliki keunikan tersendiri.
Bangunan tersebut adalah Candi Borobudur yang merupakan salah satu dari tujuh
keajaiban di dunia sampai saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia
baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.
Menurut Mpu Prapanca, (1365: 2) menyebutkan “Budur” untuk sebuah
bangunan Agama Budha dari aliran wajaradha. Sedangkan menurut Sir Thomas
Stamford Raffles, (1981: 28) menyebutkan bahwa “Borobudur berarti Sang Budha
yang agung.” Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit pada ketinggian
265,40 meter di atas permukaan laut atau berada ± 15 meter di atas daratan
di sekitarnya. Candi ini didirikan oleh Dinasti Syailendra pada tahun 750-850 Masehi.
Fungsi bangunan tersebut hampir sama dengan fungsi candi pada umunya
yaitu tempat menyimpan relik atau disebut Dhatugarba (relik tersebut antara
lain: benda suci, pakaian, tulang atau abu dari Budha, arwah para biksu yang
tersohor atau terkemuka), tempat sembahyang atau beribadah bagi umat Budha,
merupakan lambang suci bagi umat Budha, dan mengandung nilai-nilai tertinggi Agama
Budha.
Pada saat ini Candi Borobudur mengalami perubahan-perubahan yang
signifikan. Hal ini akibat pengaruh usia candi yang sudah tua. Selain itu,
perubahan-perubahan yang terjadi akibat bencana alam dan letusan Gunung Merapi.
Bahkan yang terakhir kali Candi Borobudur tertimbun abu letusan Gunung Merapi
pada tahun 2010 yang mengakibatkan objek budaya tersebut ditutup sementara bagi
para pengunjung. Bangunan-bangunan Candi Borobudur mengalami
kerusakan-kerusakan akibat beban berlebihan dari pengunjung. Bahkan lebih
kurang 10.000 pecahan patung rusak dihamparkan di halaman Museum Karmawibhangga,
Taman Wisata Candi Borobudur. Untuk mengatasi hal itu, pengelola candi
merekomendasikan bahwa pengunjung tidak diperkenankan naik ke atas candi secara
bergerombol.
Kawasan Borobudur berkembang dengan bertitik tolak pada keberadaan Candi
Borobudur yang dibangun pada abad ke- 8 M. Candi Borobudur ditetapkan sebagai
“Pusaka Budaya Dunia” oleh UNESCO pada tahun 1991 dan mewujud sebagai tujuan
wisata hingga yang terjadi saat ini. Di samping sebagai tempat ibadah umat
Budha, perubahan pada Candi Borobudur pasca pemugaran selama dekade 1970-an
cenderung intensif. Ada banyak pusat pertumbuhan baru yang membentuk pusat
pariwisata di kawasan candi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami melakukan observasi ke Candi
Borobudur yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Untuk mengetahui gambaran
tentang sejarah dan perkembangan bangunan tersebut. Sehingga kami mengambil
judul “Gambaran Tentang Sejarah dan
Perkembangan Candi Borobudur Magelang, Jawa Tengah.”
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan yang akan kami bahas
dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1)
Bagaimana sejarah Candi Borobudur?
2)
Mengapa Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat
dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan?
3)
Bagaimana perkembangan Candi Borobudur pada saat ini?
1.3
Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan karya tulis ini, kami memiliki beberapa tujuan. Adapun
tujuannya adalah sebagai berikut.
1)
Untuk mengetahui sejarah Candi Borobudur.
2)
Untuk mengetahui penyebab Candi Borobudur menjadi
pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan
pengetahuan.
3)
Untuk mengetahui perkembangan Candi Borobudur pada
saat ini.
1.4
Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1)
Sejarah berarti suatu peristiwa yang terjadi pada masa
lampau yang sangat besar pengaruhnya pada masa sekarang.
2)
Perkembangan berarti perihal berkembang yang mengacu
pada pembangunan secara bertahap, teratur sesuai dengan perkembangan zaman.
3)
Candi Borobudur berarti lambang dari alam semesta atau
dunia cosmos, dengan kata lain Candi Borobudur merupakan suatu bangunan
peninggalan Agama Budha yang didirikan oleh Dinasti Syailendra.
4)
Magelang berarti salah satu kota di provinsi Jawa
Tengah.
5)
Jawa Tengah berarti sebuah provinsi yang ada di bagian
tengah pulau jawa.
1.5
Metode Penulisan
Dalam pembuatan karya tulis ini, kami menggunakan metode deskriftif,
artinya kami akan menguraikan objek permasalahan yang akan dibahas
sejelas-jelasnya. Selain itu, kami juga menggunakan metode kepustakaan, yaitu
dengan mencari bahan kajian dari berbagai sumber yang relevan dengan
permasalahan yang kami bahas.
1.6
Sistematika Penulisan
Demi tersusunnya pembuatan karya tulis ini, maka penting sekali adanya
sistematika penulisan. Oleh karena itu, sistematika penulisan dalam pembuatan
karya tulis ini adalah sebagi berikut.
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR
PERSEMBAHAN
LEMBAR
PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Definisi Operasional
1.5 Metode Penulisan
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN
TEORI
2.1 Pengertian Sejarah Candi Borobudur
2.2 Sejarah Candi Borobudur
2.2.1 Pendiri dan Waktu Didirikan
2.2.2 Penemuan Kembali
2.2.3 Penyelamatan Candi Borobudur
2.2.3.1 Pemugaran Pertama (Van Erp 1907-1911)
2.2.3.2 Pemugaran Kedua (Tahun 1973-1983)
2.3 Pengertian Perkembangan Candi Borobudur
2.4 Perkembangan Candi Borobudur
2.4.1 Nama Borobudur
2.4.2 Struktur Borobudur
2.4.3 Relief
2.4.4 Tahapan Pembangunan Borobudur
2.4.5 Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Candi Borobudur
3.2 Candi Borobudur Menjadi Pusat Perhatian Masyarakat Dunia Baik Dari Segi
Kepariwisataan, Arkeologi, dan Pengetahuan
3.3 Perkembangan Candi Borobudur Pada Saat Ini
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BERITA ACARA
BIMBINGAN KARYA ILMIAH
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Pengertian Sejarah Candi Borobudur
“Sejarah adalah suatu kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, (KBBI, 2001: 1011).” Sedangkan
menurut Prof. Moh. Yamin, (1982: 12) menyatakan bahwa pengertian “Sejarah
adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa
peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.” Dengan demikian, kami
menyimpulkan bahwa sejarah adalah suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi
pada masa lampau yang merupakan hasil penyelidikan dan dapat dibuktikan dengan
kenyataan.
“Pengertian Candi Borobudur adalah sebuah asrama atau vihara dan
kelompok candi yang terletak di atas tanah bukit, (Drs. Soediman, 1981: 5).” “Candi
Borobudur adalah nama sebuah candi Budha yang terletak di Borobudur, Magelang
Jawa Tengah yang didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar
800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra, (http://id.wikipedia.org/).
Dari uraian tersebut, maka dapat kami simpulkan bahwa Candi Borobudur
adalah nama sebuah candi Budha yang merupakan asrama atau vihara yang terletak
di Magelang Jawa Tengah yang didirikan oleh penganut Agama Budha Mahayana.
Sehingga pengertian sejarah Candi Borobudur yaitu suatu peristiwa yang
terjadi pada masa lampau yaitu peristiwa adanya sebuah candi Budha yang
merupakan asrama atau vihara yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.
2.2
Sejarah Candi Borobudur
2.2.1
Pendiri dan Waktu Didirikan
Sampai saat ini, secara pasti belum
diketahui kapan Candi Borobudur didirikan, demikian juga pendirinya. Menurut
Prof. Dr. Soekmono dalam bukunya Candi
Borobudur a Monument of Mainkind (UNESCO,
1976), menyebutkan bahwa “Tulisan
singkat yang dipahatkan di atas pigura-pigura relief kaki candi (Karmawibhangga)
mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada berbagai prasasti dari
akhir abad 8 sampai awal abad 9, (1976: 8).” Pada abad itu di Jawa Tengah berkuasa
raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut Agama Budha Mahayana.
Sebuah prasasti yang
berasal dari abad 9 yang diteliti oleh Prof. Dr. J. G. Caspris, mengungkapkan
silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut memegang pemerintahan yaitu
Raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri Samaratungga Pramoda Wardani.
Pada waktu Raja Samaratungga berkuasa mulailah dibangun candi yang bernama
Bhumi Sam-Bhara Budhara, yang dapat ditafsirkan sebagai bukit peningkatan
kebajikan setelah melampaui sepuluh tingkat Bhodisattwa. Karena penyesuaian
pada bahasa jawa, akhirnya Bhara Budhara menjadi Borobudur.
Dari tokoh Jaques Durmarcay seorang arsitek Prancis memperkirakan bahwa,
“Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu
pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa di samping pendirian Candi
Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada saat
itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer, putra
mahkota dibawa ke Indonesia dan setelah cukup dewasa dikembalikan ke Kamboja,
yang kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II pada tahun 802. Para pedagang
Arab berpendapat bahwa keberhasilan tersebut luar biasa mengingat ibu kota
kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis pantai, sehingga untuk
menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap sepanjang 500 km, (A
Guide to, Angkar, Down F Roney, 1994: 25).” Lebih lanjut Durmarcay merinci
bahwa Candi Borobudur dibangun dalam 5 tahap dengan perkiraan sebagai berikut.
Ø Tahap I ± Tahun 775.
Ø Tahap I ± Tahun 970
(bersamaan dengan Kalasan II, Lumbung I, dan
Sojiwon I).
Ø Tahap III ± Tahun 810
(bersamaan dengan Kalasan I, Sewa III, Lumbung II, dan Sojiwon II).
Ø Tahap IV ± Tahun 835
(bersamaan engan Gedong Songo grup I, Sambi Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari,
dan Plaosan).
Sumber: The Temple of Java, Jacques
Durmarcay, (1989: 27).
“Setelah
selesai dibangun, selama 150 tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi
penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M,
pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang
terlupakan. Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesak
mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar tropis tumbuh menutupi
Borobudur dan pada abad-abad
selanjutnya lenyap ditelan sejarah, (Yasir
Marjuki dan Toeti Herati, 1989: 9).”
Dari uraian di atas dapat kami
simpulkan bahwa tidak ada kepastian kapan Candi Borobudur didirikan dan
pendirinya tidak diketahui jelas. Namun yang pasti dapat diperkirakan bahwa
Candi Borobudur berdiri pada zaman Dinasti Syailendra yaitu pada tahun 750-850
M.
2.2.2
Penemuan Kembali
Candi Borobudur yang menjadi
keajaiban dunia menjulang tinggi antara dataran rendah di sekelilingnya. Tidak
akan pernah masuk akal mereka melihat karya seni terbesar yang merupakan hasil
karya yang sangat mengagumkan dan tidak lebih masuk akal lagi bila dikatakan
Candi Borobudur pernah mengalami kerusakan. Memang demikian keadaan Candi
Borobudur terlupakan selama tenggang waktu yang cukup lama bahkan sampai
berabad-abad bangunan yang begitu megahnya dihadapkan pada proses kehancuran.
“Kira-kira hanya 150 tahun Candi Borobudur digunakan sebagai pusat ziarah,
waktu yang singkat dengan usianya ketika pekerja menghiasi atau membangun bukit
alam Candi Borobudur, (Boediharjo, 1980: 42).”
Pada abad ke- 18
Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik jawa, Babad Tanah Jawi. Pernah
juga disebut dalam naskah lain, yang menceritakan seorang Pangeran Yogya yang
mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur. Hal ini merupakan petunjuk
bahwa bangunan candi itu tidak lenyap dan hancur seluruhnya.
Tetapi pada masa pemerintahan Inggris yang singkat (1811-1816) di bawah
Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, Candi Borobudur dibangkitkan dari
tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar
mengadakan penyelidikan.
Cornelius yang mendapat tugas tersebut, kemudian mengerahkan sekitar 200
penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan batu yang memenuhi lorong
disingkirkan dan ditimbun disekitar candi, sedangkan tanah yang menimbunnya
dibuang di lereng bukit. Namun pembersihan tersebut tidak dapat dilaksanakan
secara penuh oleh karena banyak
dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh.
Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama sekali
bangunannya, sehingga candi nampak seluruhnya. Sepuluh tahun kemudian stupa
induknya, yang kedapatan sudah dalam keadaan terbongkar, dibersihkan pula
bagian dalamnya, untuk kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat menikmati
pemandangan sambil minum teh.
Menurut Ijzerman, (1885: 81) mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa
“Dibelakang batu kaki candi ada lagi kaki candi lain yang ternyata dihiasi
dengan pahatan relief.” Kaki Ijzerman termashur dengan desas-desus relief
misterius yang menggambarkan teks karmawibhangga yaitu suatu teks Budhis yang
melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat
perbuatan manusia. Tahun 1890-1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya kemudian
dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kembali.
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa 150 tahun Candi Borobudur
digunakan sebagai pusat ziarah dan sekitar tahun 800-an, bukit alam Candi
Borobudur dengan batu dibawah pemerintahan yang sangat terkenal yaitu
Samaratungga.
2.2.3
Penyelamatan Candi Borobudur
2.2.3.1
Pemugaran Pertama (Van Erp 1907-1911)
Menurut Van Erp, (1907: 39)
menyatakan bahwa “Keadaan Borobudur kian memburuk maka pada tahun 1900
dibentuklah suatu panitia khusus, diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes.”
Sangat disayangkan bahwa Dr. J.L.A.
Brandes meninggal tahun 1905 namun laporan bersama yang disusunnya tahun 1902
membuahkan rancangan pemugaran. Tahun 1907 dimulai pemugaran besar-besaran yang
pertama kali dan dipimpin oleh Van Erp. Pekerjaan ini berlangsung selama empat
tahun sampai tahun 1911 dengan biaya sekitar 100.000 Gulden dan seperpuluhnya
digunakan untuk pemotretan.
Kegiatan Van Erp antara lain
memperbaiki sistem drainase saluran-saluran pada bukit dan pemuatan canggal
untuk mengarahkan aliran air hujan. Pada tingkat Rupadhatu, lantai yang melesak
diratakan dengan menutup bagian yang melesak dengan campuran pasir dan tras
atau semen sehingga air hujan mengalir melalui dwarajala atau gargoyle.
Batu-batu yang runtuh dikembalikan dan beberapa bagian yang miring dan
membahayakan diberi penguat. Pada tingkat Rupadhatu, 72 buah stupa terus
dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya diratakan, demikian juga pada
stupa induknya.
Pada tahun 1926 diadakan pengamatan,
diketahui adanya pengrusakan sengaja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang rupanya
ingin memiliki tanda mata dari Borobudur. Kemudian pada tahun 1929 dibentuklah
panitia khusus untuk mengadakan penelitian terhadap batu dan relief-reliefnya.
Penelitian panitia menyimpulkan ada 3 macam kerusakan yang masing-masing
disebabkan oleh:
1. korosi, yang disebabkan oleh pengaruh iklim.
2. kerja mekanis, yang disebabkan oleh tangan manusia atau kekuatan lain
yang datang dari luar.
3. kekuatan tekanan, kerusakan karena tertekan atau tekanan batu-batunya
berupa retak-retak, bahkan pecah.
2.2.3.2
Pemugaran Kedua (Tahun 1973-1982)
Menurut Soekmono,
(1981: 56) menyatakan bahwa,
“Usaha penyelamatan berikutnya dilakukan pada tahun 1963 oleh Pemerintah
Republik Indonesia dengan menyediakan dana yang cukup besar. Namun usaha ini
terhenti dengan adanya pemberontakan G-30-S/PKI. Pada tahun 1968 Pemerintah
Republik Indonesia membentuk Panitia Nasional untuk membantu melaksanakan
pemugaran Candi Borobudur. Pada tahun itu juga UNESCO akan membantu pemugaran.
Pada tahun 1969 presiden membubarkan Panitia Nasional dan membebankan tugasnya
kepada Menteri Perhubungan, bahwa rencana pemugaran Candi Borobudur menjadi
proyek dalam Repelita. Pada tahun 1970 atas prakarsa UNESCO diadakan diskusi
panel di Yogyakarta untuk membahas rencana pemugaran. Kesepakatan yang diperoleh
adalah membongkar dan kemudian memasang kembali batu-batu bagian Rupadhatu.
Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1973 Presiden Soeharto meresmikan dimulainya
pemugaran Candi Borobudur. Persiapan pemugaran memakan waktu selama 2 tahun dan
kegiatan fisiknya yaitu dimulainya pembongkaran batu-batu candi dimulai tahun
1975.”
Dengan menggerakan
lebih dari 600 pekerja serta batu sebanyak 1 juta buah. Bangunan candi yang
dipugar adalah bagian Rupadhatu yaitu empat tingkat dari bawah yang berbentuk
bujur sangkar. Kegiatan ini memakan waktu 10 tahun. Dan pada tanggal 23
Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan
oleh Presiden Soeharto dengan ditandai penandatanganan prasasti, prasasti
tersebut bertuliskan,
Pada bagian yang
menghadap ke utara:
“Dengan Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa pemugaran Candi Borobudur diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia.” Soeharto, Borobudur, 23 Februari 1983.
Pada bagian yang
menghadap ke timur:
“Dalam
melaksanakan pemugaran Candi Borobudur Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan
UNESCO di bawah pimpinan Direktorat Jendral A MADOUMAHTAR M’BOW telah menerima
sebagi berikut.”
Usaha penyelamatan Candi Borobudur dengan berjuta-juta dollar mempunyai banyak
manfaat bagi bangsa kita. Menurut Prof. Soekmono, sesungguhnya Candi Borobudur
mempunyai nilai lain dari pada sekedar sebagai objek wisata yaitu sebagai
benteng pertahanan kebudayaan kita. Seperti peniggalan purbakala lainnya, Candi
Borobudur menjadi penegak kepribadian bangsa kita sehingga menjadi kewajiban
dan tanggung jawab bangsa kita untuk meneruskan keagungan Candi Borobudur
kepada anak cucu kita.
“Bantuan internasional melalui UNESCO tidak semata-mata disebabkan
beratnya beban yang harus dipikul tetapi disebabkan oleh besarnya hasrat untuk
mengajak sebanyak mungkin bangsa lain untuk menangani suatu proyek kemanusiaan
seperti penyelamatan Candi Borobudur, (Soekmono, 1982).”
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa pemugaran kedua
diresmikan pada tangga 10 Agustus 1973, persiapan pemugaran memakan waktu 2
tahun. Dan pada tanggal 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur dinyatakan
selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto ditandai dengan penandatanganan
prasasti.
2.3
Pengertian Perkembangan Candi Borobudur
Menurut KBBI (1988: 414),
“Perkembangan adalah perihal berkembang.” Sedangkan menurut sumber lain yang
kami kutip dari buku bahasa indonesia menyatakan bahwa “Perkembangan adalah
suatu perubahan yang tidak dapat diukur, (1872: 25).” Perkembangan berasal dari
kata kembang yang artinya berkembang terbuka atau membentang. Namun setelah
kata kembang dibubuhi imbuhan per-an menjadi perkembangan maknanya menjadi perihal
tentang berkembangnya suatu hal. Dalam manusia ada pertumbuhan dan ada
perkembangan. Pertumbuhan yaitu perubahan ukuran atau volume yang dapat diukur,
contohnya seperti tinggi badan, berat badan, dan lain sebaginya. Sedangkan
perkembangan adalah perubahan yang tidak dapat diukur, contohnya perkembangan
seorang balita yang tadinya belum bisa berjalan menjadi bisa berjalan, dan
sebagainya. Sehingga dapat kita bedakan pertumbuhan dan perkembangan.
Jadi dapat kami simpulkan bahwa
perkembangan adalah perihal tentang berkembang yang perkembangannya itu tidak
dapat diukur dan merupakan perubahan yang terjadi pada suatu hal yang dapat
kita lihat. Dalam karya tulis ini, kami akan membahas tentang perkembangan
Candi Borobudur baik dari segi bentuk ataupun hal lain.
2.4
Perkembangan Candi Borobudur
2.4.1
Nama Borobudur
Menurut Drs. Soediman, “Nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan
kelompok candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit,” (1981: 5).
Ada pula menurut De Casparis, “Asal kata Borobudur berasal dalam penemuan
prasasti SRI KAHULUNAN yang berangka 842 M dijumpai kata Bhumi Sambhara yaitu suatu sebutan untuk bangunan suci pemujaan
nenek moyang atau disebut kuil,” (1952: 4).
Dari uraian di atas
dapat kami simpulkan bahwa Borobudur adalah nama sebuah candi Budha yang
terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, yang terletak di atas tanah yang
tinggi atau bukit yang merupakan bangunan suci pemujaan nenek moyang atau
disebut kuil.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabudhara, yaitu artinya gunung (budhara) dimana
lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi
rakyat lainnya. Misalnya kata Borobudur berasal dari ucapan Para Budha yang karena pergeseran bunyi
menjadi Borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata bara dan beduhur artinya ialah tinggi, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang
berarti di atas. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di
tanah tinggi. Sejarawan J.G. De Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan
gelar doktor pada tahun 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat
pemujaan. Berdasarkan prasasti Karang Tengah dan Kahulunan, Casparis
memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari Wangsa Syailendra
bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan
raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudhawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti
Karang Tengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas
pajak) oleh prasasti Kahulunan (Pramudhawardhani) untuk memelihara Kamulan yang
disebut Bhumi Sambhara. Istilah Kamulan sendiri berasal dari kata mula yang
berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan
leluhur dari Wangsa Syailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhumi Sambhara
Budhara dalam bahasa sansekerta yang berarti bukit himpunan kebijakan sepuluh tingkatan Bodhisattwa dalam nama
asli Borobudur.
2.4.2
Struktur Borobudur
Menurut Soekmono, (1981: 29) menyebutkan bahwa “Candi
Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak dengan enam pelataran berbentuk
bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya.”
Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak dengan enam
pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar
dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar disemua
pelatarannya beberapa stupa. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur
menggambarkan secara jelas filsafat Mazhab Mahayana. Bagaikan sebuah kitab,
Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattwa yang harus dilalui untuk
mencapai kesempurnaan menjadi Budha. Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu,
yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau nafsu rendah. Bagian ini
sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat
kontruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120
panel cerita Kamawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan
sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini. Empat lantai dengan
dinding berelief di atasnya oleh para membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih
terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam yakni antara alam
bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Budha terdapat
pada ceruk-ceruk dinding di atas balustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan
ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, dimana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Patung-patung Budha ditempatkan di dalam stupa yang
ditutup berlubang-lubang sperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu
masih tampak samar-samar. Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan
wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan
polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung
Budha yang tidak sempurna atau disebut juga Unfinished Budha, yang
disalahsangkakan sebagai patung Adibudha, padahal melalui penelitian lebih
lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu
merupakan kesalahan pahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang
salah satu dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian
arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti
ini. Di masa lalu, beberapa patung Budha bersama dengan 30 batu dengan relief,
dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan
kepada Raja Thailand, Chulalongkom yang megunjungi Hindia Belanda (kini
Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari Pemerintah Hindia Belanda ketika
itu. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain.
Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong
dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong inilah umat
Budha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah
kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk
arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia. Struktur Borobudur bila dilihat
dari atas membentuk struktur Mandala. Struktur Borobudur tidak memakai semen
sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok lego yang
bisa menempel tanpa lem.
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa struktur Candi Borobudur
berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas merupakan suatu bujur
sangkar. Secara keseluruhan bangunan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat
atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud tersendiri. Sebagai
sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu Kamadhatu,
Rupadhatu, dan Arupadhatu.
2.4.3
Relief
Di setiap tingkatan
dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah
jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa jawa kuno yang berasal dari
bahasa sanksekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relif-relief cerita jataka. Pembacaan
cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang
sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di
sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka
secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama)
dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun
sisi-sisi lainnya serupa.
Menurut Soekmono, (1981: 52) menyebutkan bahwa “Susunan dan pembagian
relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
|
Jumlah Figura
|
||
Tingkat
|
Posisi/Letak
|
Cerita Relief
|
|
Kaki Candi Asli
|
Karmawibangga
|
160 figura
|
|
Tingkat I
|
æ Dinding
|
a. Lalitawisatra
b. Jataka/Awadana
|
12o figura
12o figura
|
æ Langkan
|
a. Jataka/Awadana
b. Jataka/Awadana
|
372 figura
128 figura
|
|
Tingkat II
|
æ Dinding
æ Langkan
|
Gandawyuha
Jataka/Awadana
|
128 figura
100 figura
|
Tingkat III
|
æ Dinding
æ Langkan
|
Gandawyuha
Gandawyuha
|
88 figura
88 figura
|
Tingkat IV
|
æ Dinding
æ Langkan
|
Gandawyuha
Gandawyuha
|
84 figura
72 figura
|
Jumlah
|
1244
|
Secara runtutan, maka cerita pada relief secara
singkat bermakna sebagi berikut.
a) Karmawibhangga
Sesuai
dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang
terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan
merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap figura menggambarkan suatu
cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi
gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan
diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lahir-hidup-mati (samsara) yang
tidak pernah berakhir, dan oleh Agama Budha rantai tersebutlah yang akan
diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
b) Lalitawistara
Merupakan
penggambaran riwayat Sang Budha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan
riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Budha dari surga tusita,
dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat Kota Banaras. Relief
ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampaui deretan
relief sebanyak 27 figura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke- 27 figura
tersebut menggambarkan kesibukan, baik di surga maupun di dunia, sebagai
persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Budhisattwa selaku
calon Budha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Budha di arcapada ini
sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan permaisuri Maya dari
Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 figura, yang berakhir dengan
wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda
Dharma, ajaran Sang Budha disebut dharma yang juga berarti hukum, sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
c) Jataka dan Awadana
Jataka adalah cerita Sang Budha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan
Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa
atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat
ke-Budha-an. Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya
dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan dan
kisah Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief Candi Borobudur
Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan
yang sama tanpa dibedakan, himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa
adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup
dalam abad ke- 4 M.
d) Gandawyuha
Merupakan
deretan relief menghiasi dinding ke- 2, adalah cerita Sudhana yang berkelana
tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari pengetahuan tertinggi tentang
kebenaran sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 figura didasarkan pada
kitab suci Budha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.”
Dari uraian di atas,
dapat kami simpulkan bahwa relief cerita Candi Borobudur menggambarkan beberapa
cerita yaitu:
1) karmawibangga, terdiri dari 160 panel, dipahatkan pada kaki tertutup.
2) lalitawistara, terdiri darai 120 panel, dipahatkan pada dindinglorong I
bagian atas.
3) jataka dan awadana, terdiri dari 720 panel, dipahatkan pada lorong I
bagian bawah, balustrade lorong I atas dan bawah balustrade II.
4) gandawyuha, terdiri dari 460 panel, dipahatkan pada dinding lorong II
dan III, balustrade III dan IV serta Bhadra ceri lorong IV.
2.4.4
Tahapan Pembangunan Borobudur
1. Tahapan Pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak
diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). pada awalnya dibangun tata
susun bertingkat sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi
kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
2. Tahap Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar,
ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung
diberikan stupa induk besar.
3. Tahap Ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa
induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran.
Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar
ditengahnya.
4. Tahap Keempat
Ada perubahan
kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.
2.4.5
Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur
Menurut Soedirman, (1980: 65) menyebutkan bahwa “Ikhtisar proses
pemugaran Candi Borobudur yaitu sebagai berikut.
1. Tahun 1814, Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya
di Jawa Timur, mendengar adanya penemuan benda purbakala di Desa Borobudur.
Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa
yang bukit dipenuhi semak belukar.
2. Tahun 1873, monografi pertama tentang candi diterbitkan.
3. Tahun 1900, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia
pemugaran dan perawatan Candi Borobudur.
4. Tahun 1907, Theodor Van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
5. Tahun 1926, Borobudur dipugar kembali, tetapi terhenti pada tahun 1940
akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
6. Tahun 1956, Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia
dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
7. Tahun 1963, Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk
memugar Borobudur, tetapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
8. Tahun 1968, Pada konfrensi 15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi
bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
9. Tahun 1971, Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran yang
diketuai Prof. Ir. Roosseno.
Batu peringatan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan
UNESCO.
10. Tahun 1972, International Consultative Committee dibentuk dengan
melibatkan berbagai negara dan Roossneo sebagai ketuanya. Komite yang disponsori
UNESCO menyediakan 5 juta dollar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750
juta dollar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
11. Tahun 10 Agustus 1973, Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran
Borobudur, pemugaran selesai pada tahun 1984.
12. Tahun 21 Januari 1985, Terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa
stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan
dilakukan oleh kelopmok islam ekstremis yang dipimpin oleh Husein Ali Al
Habsyi.
13. Tahun 1991, Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.”
Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan ± 55.000 m3 batu. tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah
42 m dengan lebar dasar 123 m. tegak dan kokoh menjulang ke angkasa dan
merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi
ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis
menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan
memperhatikan dasar corak bangunan candi
dan ukir-ukirannya yang menunjukan corak Jawa Tengah abad 8 M. sejak
dibangun pada abad ke-8 M, sejarah Borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai
dibangun, Borobudur menjadi pusat penelitian dan pengembangan Agama Budha. Para
pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama Budha. Seluruh
rangkaian relief Borobudur berisi ajaran-ajaran Agama Budha. Pada zaman itu
bangunan Borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang
suci. Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya Agama Budha,
Borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah Dinasti Syailendra (Caila =
gunung, Indra = raja) lenyap, Borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad Borobudur
tertutup kegelapan, tidak ada tulisan ataupun berita tentang Borobudur. Seiring
dengan berpindahnya pusat kerajaan ke
Jawa Timur, praktis Borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu
letusan gunung berapi yang menyelimuti Borobudur menjadi media tumbuh bagi
rumput dan semak belukar. Pohom-pohon kecil mulai berumbuhan menjadikan
Borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan
Nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekatinya.
Pada awal abad ke- 18, Gubernur Jendral Inggris bernama
Sir Thomas Stamford Raffles menerima laporan tentang keberadaan candi besar
yang tertutup oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H. C. Cornelius
untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah Borobudur. Semak
belukar dibersihkan, sehingga nampaklah sebuah candi dengan patung-patung Budha
yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak
sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya
patah dan lengannya bunting. Sayang Pemerintah Inggris tidak berlangsung lama.
Penelitian dan usaha memperbaiki Borobudur menjadi terbelangkai lagi. Namun
sejak itu Borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh Raffles itu,
banyak orang mengunjungi Borobudur.
Belanda
yang berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik.
Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat
pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, Pemerintah Hindia
Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan
bagian Borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkom
memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan-akan patung budha dari
candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai
sekarang benda berharga dari Borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok,
Thailand. Pada tahun 1907 sampai 1911 Borobudur direstorasi besar-besaran.
Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur Belanda yang
berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib Borobudur. Biaya sangat besar
telah tersedia, Borobudur hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian
batu-batu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari
dan disatukan. Percobaan menyususn rangkaian yang sama itu sangat sukar dan
lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi
kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula
saat dibangun.
Hasil kerja
Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun
Borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan
kotoran selalu menimpa Borobudur menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa
bagian candi mulai miring, renggang, dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10
Agustus 1973 Pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli
dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap
Candi Borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya
bisa dinikmati hingga sekarang.
Arsitektur Candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga
bagian utama yakni kaki, badan, dan kepala candi. Pada dinding-dinding
Borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang
dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapai ribuan
bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam
stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi. Suatu hal
yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik
atau terstruktur secara matematika. Setiap bagian kaki, badan, dan kepala candi
selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga juga
memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang dapat
diperkirakan berkaitan dengan astronomi menjadikan Borobudur memang merupakan
bukti sejarah yang menarik untuk diamati.
Dari uraian di atas, dapat kami
simpulkan bahwa ikhtisar proses pemugaran Candi Borobudur yaitu berlangsung
sejak tahun 1814-1991 yakni dari Sir Thomas Stamford Raffles hingga dijadikan
warisan dunia UNESCO.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur
dibangun sekitar tahun 800 M atau abad ke- 9. Candi Borobudur dibangun oleh
para penganut Agama Budha Mahayana pada masa Pemerintahan Wangsa Syailendra.
Candi ini dibangun pada masa kejayaan Dinasti Syailendra. Pendiri Candi
Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari Wangsa atau Dinasti
Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai
sekitar menjelang tahun 900-an M pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani,
putri dari Samaratungga. Sedangkan
arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama
Gunadharma. Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang
ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di
Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti tertulis yang lebih tua yang
memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya dokumen tertua yang
menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab. Kitab Negara Kertagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa
candi ini digunakan sebagai tempat meditasi penganut Budha. Arti nama Borobudur
yaitu biara di perbukitan, yang
berasal dari kata bara (candi atau
bara) dan beduhur (perbukitan atau
tempat tinggi) dalam bahasa sanksekerta. Karena itu, sesuai dengan arti nama
Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadah oleh
penganut Agama Budha.
Candi Borobudur terletak di Megelang, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari
Yogyakarta. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat
berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar, dan sebuah stupa
utama sebagai puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya
terdapat 720 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Budha.
Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Budha yaitu sepuluh tingkatan Bhodisattwa
yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Budha di nirwana.
Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama ditingkat paling atas. Struktur
Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan
kosmologi Budha dan cara berpikir manusia. Di keempat sisi candi terdapat pintu
gerbang dan tangga ke tingkat di atasnya seperti sebuah piramida. Hal ini menggambarkan
filosofi Budha yaitu semua kehidupan berasal dari bebatuan. Batu kemudian
menjadi pasir lalu menjadi tumbuhan, lalu menjadi serangga, kemudian menjadi
binatang liar, lalu binatang piharaan, dan terakhir menjadi manusia. Proses ini
disebut sebagai reinkarnasi. Proses terakhir adalah menjadi jiwa dan akhirnya
masuk ke nirwana. Bangunan raksasa ini hanya berupa tumpukan balok batu raksasa
yang memiliki ketinggian total 42 meter. Setiap batu disambung tanpa
menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola
dan ditumpuk. Bagian dasar candi berukuran sekitar 118 m2 pada
setiap sisi. Batu-batu yang digunakan kira-kira sebanyak 55.000 m3.
Candi Borobudur memiliki 2670 relief yang berbeda, dibaca searah jarum jam.
3.2
Candi Borobudur Menjadi Pusat Perhatian Masyarakat Dunia Baik Dari Segi
Kepariwisataan, Arkeologi, dan Pengetahuan
Setelah pemugaran Candi Borobudur
selesai, baru ada gagasan untuk lebih mengembangkan Candi Borobudur dan wilayah
sekitarnya sehingga akan dapat mendukung keberadaan Candi Borobudur sebagai
tujuan wisata utama. Karena dalam setiap liburan terjadi ledakan pengunjung
yang tidak diwaspadai akan membawa pengaruh bagi pelestarian maupun kenyamanan
pengunjung. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikannya, pemerintah
membentuk Taman Wisata Candi Borobudur
dan Prambanan sebagai salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di bawah
naungan Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi yang tugasnya adalah
mengelola Candi Borobudur dan Prambanan tidak hanya di bidang kepariwisataan
tetapi juga menyangkut bidang lainnya seperti kebudayaan, kepurbakalaan,
pendidikan, ekonomi maupun pengembangan wilayah yang bersangkutan.
Fasilitas-fasilitas yang disediakan cukup membuat menarik para pengunjung yaitu
antara lain museum arkeologi baik museum tertutup ataupun terbuka, Borobudur
Study Center di Borobudur, Information Centre, kebun pembibitan, tempat
penitipan barang, parkir, warung, mushola, toilet, dan sebagainya. Candi ini
merupakan karya seni terbesar yang merupakan hasil karya yang sangat
mengagumkan, sehingga menjadi obyek wisata yang menarik banyak wisatawan baik lokal
maupun mancanegara. Borobudur menjadi salah satu bukti kehebatan dan kecerdasan
manusia yang pernah dibuat di Indonesia. Sehingga tak heran apabila Candi
Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi
kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.
3.3
Perkembangan Candi Borobudur Pada Saat Ini
Kawasan Borobudur
berkembang dengan bertitik tolak pada keberadaan Candi Borobudur yang dibangun
pada abad ke- 8 M, hingga ditemukannya kembali, ditetapkan sebagai Pusaka
Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991, dan mewujud sebagai tujuan wisata
sampai saat ini. Penelitian perubahan-perubahan yang terjadi pasca pemugaran
selama dekade 1970-an cenderung intensif. Ada banyak pusat pertumbuhan baru
yang membentuk pusat pariwisata, pemerintahan, dan perdagangan. Kenyataan ini
berbeda dengan pusat pertumbuhan awal di Borobudur yang mengikuti keberadaan
sungai dan sumber air. Pengelolaan kawasan tersebut hingga kini masih mengikuti
prinsip yang diatur dalam masterplan JICA (1979) dan diperkuat oleh Kepres No.
1/1992 yang membagi kewenangan pengelolaan sesuai zonanya. Situs Candi
Borobudur (Zona I) dikelola oleh
Balai Konservasi Candi Borobudur di bawah naungan Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata. Kompleks taman wisata Candi Borobudur (Zona II) dikelola oleh PT
Taman Wisata Candi Borobudur yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Wilayah diluar kedua zona itu dikelola oleh pemerintah daerah.
Jadi praktis, Pemerintah Desa Borobudur memiliki satu kantong di dalam wilayah
administratifnya yang tidak boleh dicampuri. Taman Wisata Candi Borobudur dan
beragam kegiatannya telah memberikan dampak yang intensif terhadap wilayah dan
masyarakat Desa Borobudur.
Dalam perkembangannya, keadaan pengelolaan kawasan pusaka Borobudur pun
telah disadari harus diperbaharui agar sesuai dengan yang ada saat ini. Sejak
tahun 2008, langkah-langkah menyusun masterplan kawasan pusaka Borobudur telah
digiatkan dan dalam berbagai kesempatan melibatkan pula wakil masyarakat
setempat. Dengan sebuah tujuan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan strategis
nasional, masyarakat pedesaan di Borobudur merasa harus lebih tahu apa yang
mereka punya dan yang ingin mereka kembangkan di wilayahnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Dari uraian tadi, maka kami dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut.
1.
Candi Borobudur dibangun dan didirikan oleh Raja
Samaratungga dan para penganut Agama Budha lainnya sekitar 800 M lalu, yang
letaknya di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, sabelah selatan Kota
Magelang. Sedangkan nama Borobudur itu sendiri, berasal dari dua kata yaitu boro yang artinya vihara, diambil dari bahasa Sanksekerta dan budur yang artinya di atas, di ambil dari bahasa daerah
Provinsi Bali, sehingga nama Borobudur artinya asrama atau kompleks candi yang
terletak di atas bukit.
2.
Candi Borobudur adalah hasil karya seni terbesar yang
sangat mengagumkan serta menjadi bukti kecerdasan dan kehebatan manusia yang
dibuat di Indonesia. Sehingga menjadi obyek wisata yang menarik, maka tak heran
jika Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi
kepariwisataan, arkeologi, ataupun pengetahuan.
3.
Perkembanagn Candi Borobudur saat ini, dapat dilihat
dari segi bangunannya, pada saat ini, seperti kita ketahui banyak terdapat
kerusakan, baik pada dinding-dinding candi, patung, ataupun reliefnya.
Kerusakan ini disebakan karena faktor usia candi yang sudah sangat tua dan faktor alam. Namun,
di sisi lain pengelolaan Candi Borobudur tersebut harus diperbaharui agar
citra, keindahan, dan daya tarik Candi Borobudur ini tetap terjaga.
4.2
Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut.
1.
Sebagai generasi muda yang berpengetahuan luas, tentu
saja kita dituntut untuk mengetahui tempat-tempat bersejarah yang ada di Indonesia
termasuk Candi Borobudur yang menjadi pusat perhatian masyarakat dunia.
Sehingga muncul sikap tanggung jawab terhadap warisan budaya tersebut untuk
tetap dijaga, dikelola, dan dipertahankan.
2.
Selain berbangga diri karena Candi Borobudur dibuat di
Indonesia, kita juga harus berkomitmen untuk mempertahankan keistimewaan dan
keindahan Candi Borobudur, agar tetap menjadi pusat perhatian masyarakat dunia,
hingga kita bisa memperkenalkan kekhasan dan keunikan budaya-budaya Indonesia
pada dunia.
3.
Menjaga dan memelihara keistimewaan, kekhasan, dan
keindahan Candi Borobudur serta lingkungan alam sekitarnya agar tetap asri dan
dikagumi oleh masyarakat dunia. Hal itu bisa dilakukan melalui pembenaran
apabila terjadi kerusakan ataupun pembersihan apabila terjadi akibat sektor
alam.
DAFTAR PUSTAKA
Soekmono, Dr.
1981. Candi Borobudur. Yogyakarta: Pustaka
Jaya.
Soedirman, Drs. 1980. Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia. Yogyakarta: Gramedia.
Moertjipto, Drs. 1993. Borobudur, Pawon, dan Mendut. Yogyakarta: Kanisus.
Alwi, Hasan, dkk. 2001. Kamus Besar Bahas Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0307/08/nas18.htm/
PEMERINTAH KABUPATEN
MAJALENGKA
DINAS PENDIDIKAN,
KEBUDAYAAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA
UPTD SMA
NEGERI 1 BANTARUJEG
Alamat: Jalan Siliwangi No. 119 Bantarujeg, Majalengka 45464
BERITA ACARA BIMBINGAN KARYA
ILMIAH
KELOMPOK :
8
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Dikdik Somantri
2. Dini Maharani
3. Gilang Sukma Gumilar
4. Imas MAsturoh
5. Neli Puspitasari
6. Sarah Robiah Adawiyah
7. Yayang Deta Mey Mareta
8. Yulia Nurjanah
PROGRAM STUDI :
IPA
PEMBIMBING :
1. Asep Sukmawijaya, S.Pd.
2. Lesi Nurmely, S.Pd.
JUDUL KARYA ILMIAH : Gambaran Tentang Sejarah dan Perkembangan
Candi Borobudur
No.
|
Tanggal
|
Kegiatan Bimbingan
|
Tanda Tangan/Paraf
|
|
Pembimbing I
|
Pembimbing II
|
|||
1.
|
06 Oktober 2011
|
Pengajuan Judul
|
||
2.
|
26 Oktober 2011
|
Pengajuan Bab I
|
||
3.
|
28 November 2011
|
Perbaikan Bab II
|
||
4.
|
28 November 2011
|
Pengajuan Bab III
|
||
5.
|
30 November 2011
|
Perbaikan Bab IV
|
||
6.
|
01 Desember 2011
|
Acc Makalah
|
Bantarujeg, Januari 2012
Pembimbing I, Pembimbing
II,
Asep Sukmawijaya, S.Pd. Lesi Nurmely,
S.Pd.
NIP NIP
Tidak ada komentar :
Posting Komentar