Jumat, 09 Mei 2014

MAKALAH SEJARAH DAN PERKEMBANGAN CANDI BOROBUDUR MAGELANG, JAWA TENGAH

MAKALAH SEJARAH DAN PERKEMBANGAN CANDI BOROBUDUR
MAGELANG, JAWA TENGAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
            Menurut Prof. H. Moh Yamin, (1989: 48) bahwa “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.” Secara umum sejarah adalah suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Setelah adanya pengaruh dari luar, negara Indonesia menjadi sebuah negara yang memiliki banyak agama. Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, budaya, bahasa, dan agama. Salah satu perbedaan yang paling mencolok dengan negara lain yaitu adanya lima macam agama di negara Indonesia. Diantaranya Agama Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha.
Dari kelima agama tersebut, Agama Budha merupakan agama yang meninggalkan sejarah terbesar di Indonesia yaitu dengan mewariskan suatu bangunan yang dianggap suci bagi umat Budha serta memiliki keunikan tersendiri. Bangunan tersebut adalah Candi Borobudur yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban di dunia sampai saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.
Menurut Mpu Prapanca, (1365: 2) menyebutkan “Budur” untuk sebuah bangunan Agama Budha dari aliran wajaradha. Sedangkan menurut Sir Thomas Stamford Raffles, (1981: 28) menyebutkan bahwa “Borobudur berarti Sang Budha yang agung.” Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit pada ketinggian 265,40 meter di atas permukaan laut atau berada ± 15 meter di atas daratan          di sekitarnya. Candi ini didirikan oleh Dinasti Syailendra pada tahun                     750-850 Masehi.
Fungsi bangunan tersebut hampir sama dengan fungsi candi pada umunya yaitu tempat menyimpan relik atau disebut Dhatugarba (relik tersebut antara lain: benda suci, pakaian, tulang atau abu dari Budha, arwah para biksu yang tersohor atau terkemuka), tempat sembahyang atau beribadah bagi umat Budha, merupakan lambang suci bagi umat Budha, dan mengandung nilai-nilai tertinggi Agama Budha.
Pada saat ini Candi Borobudur mengalami perubahan-perubahan yang signifikan. Hal ini akibat pengaruh usia candi yang sudah tua. Selain itu, perubahan-perubahan yang terjadi akibat bencana alam dan letusan Gunung Merapi. Bahkan yang terakhir kali Candi Borobudur tertimbun abu letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 yang mengakibatkan objek budaya tersebut ditutup sementara bagi para pengunjung. Bangunan-bangunan Candi Borobudur mengalami kerusakan-kerusakan akibat beban berlebihan dari pengunjung. Bahkan lebih kurang 10.000 pecahan patung rusak dihamparkan di halaman Museum Karmawibhangga, Taman Wisata Candi Borobudur. Untuk mengatasi hal itu, pengelola candi merekomendasikan bahwa pengunjung tidak diperkenankan naik ke atas candi secara bergerombol.
Kawasan Borobudur berkembang dengan bertitik tolak pada keberadaan Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke- 8 M. Candi Borobudur ditetapkan sebagai “Pusaka Budaya Dunia” oleh UNESCO pada tahun 1991 dan mewujud sebagai tujuan wisata hingga yang terjadi saat ini. Di samping sebagai tempat ibadah umat Budha, perubahan pada Candi Borobudur pasca pemugaran selama dekade 1970-an cenderung intensif. Ada banyak pusat pertumbuhan baru yang membentuk pusat pariwisata di kawasan candi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami melakukan observasi ke Candi Borobudur yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Untuk mengetahui gambaran tentang sejarah dan perkembangan bangunan tersebut. Sehingga kami mengambil judul “Gambaran Tentang Sejarah dan Perkembangan Candi Borobudur Magelang, Jawa Tengah.”

1.2    Rumusan Masalah
            Adapun rumusan yang akan kami bahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1)        Bagaimana sejarah Candi Borobudur?
2)        Mengapa Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan?
3)        Bagaimana perkembangan Candi Borobudur pada saat ini?

1.3    Tujuan Penulisan
            Dalam pembuatan karya tulis ini, kami memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut.
1)        Untuk mengetahui sejarah Candi Borobudur.
2)        Untuk mengetahui penyebab Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.
3)        Untuk mengetahui perkembangan Candi Borobudur pada saat ini.

1.4    Definisi Operasional
            Adapun definisi operasional dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1)        Sejarah berarti suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang sangat besar pengaruhnya pada masa sekarang.
2)        Perkembangan berarti perihal berkembang yang mengacu pada pembangunan secara bertahap, teratur sesuai dengan perkembangan zaman.
3)        Candi Borobudur berarti lambang dari alam semesta atau dunia cosmos, dengan kata lain Candi Borobudur merupakan suatu bangunan peninggalan Agama Budha yang didirikan oleh Dinasti Syailendra.
4)        Magelang berarti salah satu kota di provinsi Jawa Tengah.
5)        Jawa Tengah berarti sebuah provinsi yang ada di bagian tengah pulau jawa.

1.5    Metode Penulisan
            Dalam pembuatan karya tulis ini, kami menggunakan metode deskriftif, artinya kami akan menguraikan objek permasalahan yang akan dibahas sejelas-jelasnya. Selain itu, kami juga menggunakan metode kepustakaan, yaitu dengan mencari bahan kajian dari berbagai sumber yang relevan dengan permasalahan yang kami bahas.

1.6    Sistematika Penulisan
            Demi tersusunnya pembuatan karya tulis ini, maka penting sekali adanya sistematika penulisan. Oleh karena itu, sistematika penulisan dalam pembuatan karya tulis ini adalah sebagi berikut.
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PERSEMBAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
1.2    Rumusan Masalah
1.3    Tujuan Penulisan
1.4    Definisi Operasional
1.5    Metode Penulisan
1.6    Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
2.1    Pengertian Sejarah Candi Borobudur
2.2    Sejarah Candi Borobudur
2.2.1   Pendiri dan Waktu Didirikan
2.2.2   Penemuan Kembali
2.2.3   Penyelamatan Candi Borobudur
2.2.3.1  Pemugaran Pertama (Van Erp 1907-1911)
2.2.3.2  Pemugaran Kedua (Tahun 1973-1983)
2.3    Pengertian Perkembangan Candi Borobudur
2.4    Perkembangan Candi Borobudur
2.4.1   Nama Borobudur
2.4.2   Struktur Borobudur
2.4.3   Relief
2.4.4   Tahapan Pembangunan Borobudur
2.4.5   Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur
BAB III PEMBAHASAN
3.1    Sejarah Candi Borobudur
3.2    Candi Borobudur Menjadi Pusat Perhatian Masyarakat Dunia Baik Dari Segi Kepariwisataan, Arkeologi, dan Pengetahuan
3.3    Perkembangan Candi Borobudur Pada Saat Ini
BAB IV PENUTUP
4.1    Simpulan
4.2    Saran
DAFTAR PUSTAKA
BERITA ACARA BIMBINGAN KARYA ILMIAH

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    Pengertian Sejarah Candi Borobudur
            “Sejarah adalah suatu kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, (KBBI, 2001: 1011).” Sedangkan menurut Prof. Moh. Yamin, (1982: 12) menyatakan bahwa pengertian “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan kenyataan.” Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa sejarah adalah suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang merupakan hasil penyelidikan dan dapat dibuktikan dengan kenyataan.
“Pengertian Candi Borobudur adalah sebuah asrama atau vihara dan kelompok candi yang terletak di atas tanah bukit, (Drs. Soediman, 1981: 5).” “Candi Borobudur adalah nama sebuah candi Budha yang terletak di Borobudur, Magelang Jawa Tengah yang didirikan oleh para penganut agama Budha Mahayana sekitar 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra, (http://id.wikipedia.org/).
Dari uraian tersebut, maka dapat kami simpulkan bahwa Candi Borobudur adalah nama sebuah candi Budha yang merupakan asrama atau vihara yang terletak di Magelang Jawa Tengah yang didirikan oleh penganut Agama Budha Mahayana.
Sehingga pengertian sejarah Candi Borobudur yaitu suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yaitu peristiwa adanya sebuah candi Budha yang merupakan asrama atau vihara yang terletak di Magelang, Jawa Tengah.

2.2    Sejarah Candi Borobudur
2.2.1   Pendiri dan Waktu Didirikan
            Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan Candi Borobudur didirikan, demikian juga pendirinya. Menurut Prof. Dr. Soekmono dalam bukunya Candi Borobudur a Monument of Mainkind (UNESCO, 1976), menyebutkan bahwa “Tulisan singkat yang dipahatkan di atas pigura-pigura relief kaki candi (Karmawibhangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada berbagai prasasti dari akhir abad 8 sampai awal abad 9, (1976: 8).” Pada abad itu di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut Agama Budha Mahayana.
            Sebuah prasasti yang berasal dari abad 9 yang diteliti oleh Prof. Dr. J. G. Caspris, mengungkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut memegang pemerintahan yaitu Raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu Raja Samaratungga berkuasa mulailah dibangun candi yang bernama Bhumi Sam-Bhara Budhara, yang dapat ditafsirkan sebagai bukit peningkatan kebajikan setelah melampaui sepuluh tingkat Bhodisattwa. Karena penyesuaian pada bahasa jawa, akhirnya Bhara Budhara menjadi Borobudur.
Dari tokoh Jaques Durmarcay seorang arsitek Prancis memperkirakan bahwa,
“Candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa di samping pendirian Candi Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer, putra mahkota dibawa ke Indonesia dan setelah cukup dewasa dikembalikan ke Kamboja, yang kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II pada tahun 802. Para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan tersebut luar biasa mengingat ibu kota kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis pantai, sehingga untuk menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap sepanjang 500 km, (A Guide to, Angkar, Down F Roney, 1994: 25).” Lebih lanjut Durmarcay merinci bahwa Candi Borobudur dibangun dalam 5 tahap dengan perkiraan sebagai berikut.
Ø Tahap I ± Tahun 775.
Ø Tahap I ± Tahun 970 (bersamaan dengan Kalasan II, Lumbung I, dan   Sojiwon I).
Ø Tahap III ± Tahun 810 (bersamaan dengan Kalasan I, Sewa III, Lumbung II, dan Sojiwon II).
Ø Tahap IV ± Tahun 835 (bersamaan engan Gedong Songo grup I, Sambi Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari, dan Plaosan).
     Sumber: The Temple of Java, Jacques Durmarcay, (1989: 27).
            “Setelah selesai dibangun, selama 150 tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan. Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesak mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar tropis tumbuh menutupi Borobudur                 dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah,                                           (Yasir Marjuki dan Toeti Herati, 1989: 9).”

            Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa tidak ada kepastian kapan Candi Borobudur didirikan dan pendirinya tidak diketahui jelas. Namun yang pasti dapat diperkirakan bahwa Candi Borobudur berdiri pada zaman Dinasti Syailendra yaitu pada tahun 750-850 M.

2.2.2   Penemuan Kembali
            Candi Borobudur yang menjadi keajaiban dunia menjulang tinggi antara dataran rendah di sekelilingnya. Tidak akan pernah masuk akal mereka melihat karya seni terbesar yang merupakan hasil karya yang sangat mengagumkan dan tidak lebih masuk akal lagi bila dikatakan Candi Borobudur pernah mengalami kerusakan. Memang demikian keadaan Candi Borobudur terlupakan selama tenggang waktu yang cukup lama bahkan sampai berabad-abad bangunan yang begitu megahnya dihadapkan pada proses kehancuran. “Kira-kira hanya 150 tahun Candi Borobudur digunakan sebagai pusat ziarah, waktu yang singkat dengan usianya ketika pekerja menghiasi atau membangun bukit alam Candi Borobudur, (Boediharjo, 1980: 42).”
            Pada abad ke- 18 Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik jawa, Babad Tanah Jawi. Pernah juga disebut dalam naskah lain, yang menceritakan seorang Pangeran Yogya yang mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur. Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu tidak lenyap dan hancur seluruhnya.
Tetapi pada masa pemerintahan Inggris yang singkat (1811-1816) di bawah Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, Candi Borobudur dibangkitkan dari tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar mengadakan penyelidikan.
Cornelius yang mendapat tugas tersebut, kemudian mengerahkan sekitar 200 penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan batu yang memenuhi lorong disingkirkan dan ditimbun disekitar candi, sedangkan tanah yang menimbunnya dibuang di lereng bukit. Namun pembersihan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara penuh oleh  karena banyak dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh.
Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama sekali bangunannya, sehingga candi nampak seluruhnya. Sepuluh tahun kemudian stupa induknya, yang kedapatan sudah dalam keadaan terbongkar, dibersihkan pula bagian dalamnya, untuk kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat menikmati pemandangan sambil minum teh.
Menurut Ijzerman, (1885: 81) mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa “Dibelakang batu kaki candi ada lagi kaki candi lain yang ternyata dihiasi dengan pahatan relief.” Kaki Ijzerman termashur dengan desas-desus relief misterius yang menggambarkan teks karmawibhangga yaitu suatu teks Budhis yang melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat perbuatan manusia. Tahun 1890-1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya kemudian dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kembali.
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa 150 tahun Candi Borobudur digunakan sebagai pusat ziarah dan sekitar tahun 800-an, bukit alam Candi Borobudur dengan batu dibawah pemerintahan yang sangat terkenal yaitu Samaratungga.

2.2.3   Penyelamatan Candi Borobudur
2.2.3.1  Pemugaran Pertama (Van Erp 1907-1911)
            Menurut Van Erp, (1907: 39) menyatakan bahwa “Keadaan Borobudur kian memburuk maka pada tahun 1900 dibentuklah suatu panitia khusus, diketuai oleh Dr. J.L.A. Brandes.”
            Sangat disayangkan bahwa Dr. J.L.A. Brandes meninggal tahun 1905 namun laporan bersama yang disusunnya tahun 1902 membuahkan rancangan pemugaran. Tahun 1907 dimulai pemugaran besar-besaran yang pertama kali dan dipimpin oleh Van Erp. Pekerjaan ini berlangsung selama empat tahun sampai tahun 1911 dengan biaya sekitar 100.000 Gulden dan seperpuluhnya digunakan untuk pemotretan.
            Kegiatan Van Erp antara lain memperbaiki sistem drainase saluran-saluran pada bukit dan pemuatan canggal untuk mengarahkan aliran air hujan. Pada tingkat Rupadhatu, lantai yang melesak diratakan dengan menutup bagian yang melesak dengan campuran pasir dan tras atau semen sehingga air hujan mengalir melalui dwarajala atau gargoyle. Batu-batu yang runtuh dikembalikan dan beberapa bagian yang miring dan membahayakan diberi penguat. Pada tingkat Rupadhatu, 72 buah stupa terus dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya diratakan, demikian juga pada stupa induknya.
            Pada tahun 1926 diadakan pengamatan, diketahui adanya pengrusakan sengaja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang rupanya ingin memiliki tanda mata dari Borobudur. Kemudian pada tahun 1929 dibentuklah panitia khusus untuk mengadakan penelitian terhadap batu dan relief-reliefnya. Penelitian panitia menyimpulkan ada 3 macam kerusakan yang masing-masing disebabkan oleh:
1.    korosi, yang disebabkan oleh pengaruh iklim.
2.    kerja mekanis, yang disebabkan oleh tangan manusia atau kekuatan lain yang datang dari luar.
3.    kekuatan tekanan, kerusakan karena tertekan atau tekanan batu-batunya berupa retak-retak, bahkan pecah.

2.2.3.2  Pemugaran Kedua (Tahun 1973-1982)
            Menurut Soekmono, (1981: 56) menyatakan bahwa,
“Usaha penyelamatan berikutnya dilakukan pada tahun 1963 oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan menyediakan dana yang cukup besar. Namun usaha ini terhenti dengan adanya pemberontakan G-30-S/PKI. Pada tahun 1968 Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Nasional untuk membantu melaksanakan pemugaran Candi Borobudur. Pada tahun itu juga UNESCO akan membantu pemugaran. Pada tahun 1969 presiden membubarkan Panitia Nasional dan membebankan tugasnya kepada Menteri Perhubungan, bahwa rencana pemugaran Candi Borobudur menjadi proyek dalam Repelita. Pada tahun 1970 atas prakarsa UNESCO diadakan diskusi panel di Yogyakarta untuk membahas rencana pemugaran. Kesepakatan yang diperoleh adalah membongkar dan kemudian memasang kembali batu-batu bagian Rupadhatu. Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1973 Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Candi Borobudur. Persiapan pemugaran memakan waktu selama 2 tahun dan kegiatan fisiknya yaitu dimulainya pembongkaran batu-batu candi dimulai tahun 1975.”
            Dengan menggerakan lebih dari 600 pekerja serta batu sebanyak 1 juta buah. Bangunan candi yang dipugar adalah bagian Rupadhatu yaitu empat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar. Kegiatan ini memakan waktu 10 tahun. Dan pada tanggal 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan ditandai penandatanganan prasasti, prasasti tersebut bertuliskan,
Pada bagian yang menghadap ke utara:
“Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa pemugaran Candi Borobudur diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia.” Soeharto, Borobudur, 23 Februari 1983.

Pada bagian yang menghadap ke timur:
“Dalam melaksanakan pemugaran Candi Borobudur Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNESCO di bawah pimpinan Direktorat Jendral A MADOUMAHTAR M’BOW telah menerima sebagi berikut.”
Usaha penyelamatan Candi Borobudur dengan berjuta-juta dollar mempunyai banyak manfaat bagi bangsa kita. Menurut Prof. Soekmono, sesungguhnya Candi Borobudur mempunyai nilai lain dari pada sekedar sebagai objek wisata yaitu sebagai benteng pertahanan kebudayaan kita. Seperti peniggalan purbakala lainnya, Candi Borobudur menjadi penegak kepribadian bangsa kita sehingga menjadi kewajiban dan tanggung jawab bangsa kita untuk meneruskan keagungan Candi Borobudur kepada anak cucu kita.
“Bantuan internasional melalui UNESCO tidak semata-mata disebabkan beratnya beban yang harus dipikul tetapi disebabkan oleh besarnya hasrat untuk mengajak sebanyak mungkin bangsa lain untuk menangani suatu proyek kemanusiaan seperti penyelamatan Candi Borobudur, (Soekmono, 1982).”
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa pemugaran kedua diresmikan pada tangga 10 Agustus 1973, persiapan pemugaran memakan waktu 2 tahun. Dan pada tanggal 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto ditandai dengan penandatanganan prasasti.

2.3    Pengertian Perkembangan Candi Borobudur
            Menurut KBBI (1988: 414), “Perkembangan adalah perihal berkembang.” Sedangkan menurut sumber lain yang kami kutip dari buku bahasa indonesia menyatakan bahwa “Perkembangan adalah suatu perubahan yang tidak dapat diukur, (1872: 25).” Perkembangan berasal dari kata kembang yang artinya berkembang terbuka atau membentang. Namun setelah kata kembang dibubuhi imbuhan per-an  menjadi perkembangan maknanya menjadi perihal tentang berkembangnya suatu hal. Dalam manusia ada pertumbuhan dan ada perkembangan. Pertumbuhan yaitu perubahan ukuran atau volume yang dapat diukur, contohnya seperti tinggi badan, berat badan, dan lain sebaginya. Sedangkan perkembangan adalah perubahan yang tidak dapat diukur, contohnya perkembangan seorang balita yang tadinya belum bisa berjalan menjadi bisa berjalan, dan sebagainya. Sehingga dapat kita bedakan pertumbuhan dan perkembangan.
            Jadi dapat kami simpulkan bahwa perkembangan adalah perihal tentang berkembang yang perkembangannya itu tidak dapat diukur dan merupakan perubahan yang terjadi pada suatu hal yang dapat kita lihat. Dalam karya tulis ini, kami akan membahas tentang perkembangan Candi Borobudur baik dari segi bentuk ataupun hal lain.

2.4    Perkembangan Candi Borobudur
2.4.1   Nama Borobudur
            Menurut Drs. Soediman, “Nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan kelompok candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit,” (1981: 5). Ada pula menurut De Casparis, “Asal kata Borobudur berasal dalam penemuan prasasti SRI KAHULUNAN yang berangka 842 M dijumpai kata Bhumi Sambhara yaitu suatu sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang atau disebut kuil,” (1952: 4).
            Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa Borobudur adalah nama sebuah candi Budha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit yang merupakan bangunan suci pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabudhara, yaitu artinya gunung (budhara) dimana lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalnya kata Borobudur berasal dari ucapan Para Budha yang karena pergeseran bunyi menjadi Borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata bara dan beduhur artinya ialah tinggi, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti di atas. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi. Sejarawan J.G. De Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada tahun 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karang Tengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari Wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudhawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karang Tengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh prasasti Kahulunan (Pramudhawardhani) untuk memelihara Kamulan yang disebut Bhumi Sambhara. Istilah Kamulan sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari Wangsa Syailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhumi Sambhara Budhara dalam bahasa sansekerta yang berarti bukit himpunan kebijakan sepuluh tingkatan Bodhisattwa dalam nama asli Borobudur.

2.4.2   Struktur Borobudur
            Menurut  Soekmono, (1981: 29) menyebutkan bahwa “Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak dengan enam pelataran berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya.”
Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak dengan enam pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar disemua pelatarannya beberapa stupa. Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat Mazhab Mahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattwa yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Budha. Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau nafsu rendah. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat kontruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kamawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini. Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam yakni antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Budha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas balustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, dimana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Budha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang sperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Budha yang tidak sempurna atau disebut juga Unfinished Budha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibudha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah satu dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Di masa lalu, beberapa patung Budha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkom yang megunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari Pemerintah Hindia Belanda ketika itu. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong inilah umat Budha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa lem.
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa struktur Candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Secara keseluruhan bangunan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud tersendiri. Sebagai sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

2.4.3   Relief
            Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa jawa kuno yang berasal dari bahasa sanksekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relif-relief cerita jataka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu.  Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa.
Menurut Soekmono, (1981: 52) menyebutkan bahwa “Susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
Jumlah Figura
Tingkat
Posisi/Letak
Cerita Relief
Kaki Candi Asli

Karmawibangga
160 figura
Tingkat I
æ Dinding
a.  Lalitawisatra
b.  Jataka/Awadana
12o figura
12o figura

æ Langkan
a.  Jataka/Awadana
b. Jataka/Awadana
372 figura
128 figura
Tingkat II
æ Dinding
æ Langkan
Gandawyuha
Jataka/Awadana
128 figura
100 figura
Tingkat III
æ Dinding
æ Langkan
Gandawyuha
Gandawyuha
88 figura
88 figura
Tingkat IV
æ Dinding
æ Langkan
Gandawyuha
Gandawyuha
84 figura
72 figura
Jumlah


1244
Secara runtutan, maka cerita pada relief secara singkat bermakna sebagi berikut.
a)    Karmawibhangga
     Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap figura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lahir-hidup-mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh Agama Budha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
b)   Lalitawistara
     Merupakan penggambaran riwayat Sang Budha dalam deretan       relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Budha dari surga tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat Kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampaui deretan relief sebanyak 27 figura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke- 27 figura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di surga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Budhisattwa selaku calon Budha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Budha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 figura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Budha disebut dharma yang juga berarti hukum, sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
c)    Jataka dan Awadana
     Jataka adalah cerita Sang Budha  sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Budha-an. Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan dan kisah Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief Candi Borobudur Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan, himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura yang hidup dalam abad ke- 4 M.
d)   Gandawyuha
     Merupakan deretan relief menghiasi dinding ke- 2, adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari pengetahuan tertinggi tentang kebenaran sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 figura didasarkan pada kitab suci Budha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.”
            Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa relief cerita Candi Borobudur menggambarkan beberapa cerita yaitu:
1)   karmawibangga, terdiri dari 160 panel, dipahatkan pada kaki tertutup.
2)   lalitawistara, terdiri darai 120 panel, dipahatkan pada dindinglorong I bagian atas.
3)   jataka dan awadana, terdiri dari 720 panel, dipahatkan pada lorong I bagian bawah, balustrade lorong I atas dan bawah balustrade II.
4)   gandawyuha, terdiri dari 460 panel, dipahatkan pada dinding lorong II dan III, balustrade III dan IV serta Bhadra ceri lorong IV.

2.4.4   Tahapan Pembangunan Borobudur
1.    Tahapan Pertama
            Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). pada awalnya dibangun tata susun bertingkat sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
2.    Tahap Kedua
            Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
3.    Tahap Ketiga
            Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar ditengahnya.
4.    Tahap Keempat
            Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.

2.4.5   Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur
            Menurut Soedirman, (1980: 65) menyebutkan bahwa “Ikhtisar proses pemugaran Candi Borobudur yaitu sebagai berikut.
1.    Tahun 1814, Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa Timur, mendengar adanya penemuan benda purbakala di Desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa yang bukit dipenuhi semak belukar.
2.    Tahun 1873, monografi pertama tentang candi diterbitkan.
3.    Tahun 1900, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan Candi Borobudur.
4.    Tahun 1907, Theodor Van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
5.    Tahun 1926, Borobudur dipugar kembali, tetapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
6.    Tahun 1956, Pemerintah Indonesia meminta bantuan  UNESCO.     Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
7.    Tahun 1963, Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tetapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
8.    Tahun 1968, Pada konfrensi 15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
9.    Tahun 1971, Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran yang diketuai   Prof. Ir. Roosseno.
Batu peringatan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan UNESCO.
10.     Tahun 1972, International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roossneo sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dollar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dollar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
11.     Tahun 10 Agustus 1973, Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur, pemugaran selesai pada tahun 1984.
12.     Tahun 21 Januari 1985, Terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelopmok islam ekstremis yang dipimpin oleh Husein Ali Al Habsyi.
13.     Tahun 1991, Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.”
                        Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan ± 55.000 m3 batu. tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42 m dengan lebar dasar 123 m. tegak dan kokoh menjulang ke angkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi    dan ukir-ukirannya yang menunjukan corak Jawa Tengah abad 8 M. sejak dibangun pada abad ke-8 M, sejarah Borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, Borobudur menjadi pusat penelitian dan pengembangan Agama Budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama Budha. Seluruh rangkaian relief Borobudur berisi ajaran-ajaran Agama Budha. Pada zaman itu bangunan Borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci. Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya Agama Budha, Borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah Dinasti Syailendra (Caila = gunung, Indra = raja) lenyap, Borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad Borobudur tertutup kegelapan, tidak ada tulisan ataupun berita tentang Borobudur. Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan ke       Jawa Timur, praktis Borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti Borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohom-pohon kecil mulai berumbuhan menjadikan Borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan Nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekatinya.
                        Pada awal abad ke- 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutup oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H. C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah Borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehingga nampaklah sebuah candi dengan patung-patung Budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya bunting. Sayang Pemerintah Inggris tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki Borobudur menjadi terbelangkai lagi. Namun sejak itu Borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh Raffles itu, banyak orang mengunjungi Borobudur.
                        Belanda yang berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, Pemerintah Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan bagian Borobudur yang indah untuk  dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkom memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan-akan patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari Borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok, Thailand. Pada tahun 1907 sampai 1911 Borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur Belanda yang berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib Borobudur. Biaya sangat besar telah tersedia, Borobudur hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batu-batu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan. Percobaan menyususn rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat dibangun.
                        Hasil kerja Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun Borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu menimpa Borobudur menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi mulai miring, renggang, dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973 Pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap Candi Borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa dinikmati hingga sekarang.
Arsitektur Candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan, dan kepala candi. Pada dinding-dinding Borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapai ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi. Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. Setiap bagian kaki, badan, dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang dapat diperkirakan berkaitan dengan astronomi menjadikan Borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk diamati.
            Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan bahwa ikhtisar proses pemugaran Candi Borobudur yaitu berlangsung sejak tahun 1814-1991 yakni dari Sir Thomas Stamford Raffles hingga dijadikan warisan dunia UNESCO.
  
BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Sejarah Candi Borobudur
            Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 M atau abad ke- 9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut Agama Budha Mahayana pada masa Pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan Dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari Wangsa atau Dinasti Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an M pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri dari Samaratungga.  Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma. Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab. Kitab Negara Kertagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat meditasi penganut Budha. Arti nama Borobudur yaitu biara di perbukitan, yang berasal dari kata bara (candi atau bara) dan beduhur (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa sanksekerta. Karena itu, sesuai dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadah oleh penganut Agama Budha.
Candi Borobudur terletak di Megelang, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Yogyakarta. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar, dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya terdapat 720 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Budha. Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Budha yaitu sepuluh tingkatan Bhodisattwa yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Budha di nirwana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama ditingkat paling atas. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan kosmologi Budha dan cara berpikir manusia. Di keempat sisi candi terdapat pintu gerbang dan tangga ke tingkat di atasnya seperti sebuah piramida. Hal ini menggambarkan filosofi Budha yaitu semua kehidupan berasal dari bebatuan. Batu kemudian menjadi pasir lalu menjadi tumbuhan, lalu menjadi serangga, kemudian menjadi binatang liar, lalu binatang piharaan, dan terakhir menjadi manusia. Proses ini disebut sebagai reinkarnasi. Proses terakhir adalah menjadi jiwa dan akhirnya masuk ke nirwana. Bangunan raksasa ini hanya berupa tumpukan balok batu raksasa yang memiliki ketinggian total 42 meter. Setiap batu disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Bagian dasar candi berukuran sekitar 118 m2 pada setiap sisi. Batu-batu yang digunakan kira-kira sebanyak 55.000 m3. Candi Borobudur memiliki 2670 relief yang berbeda, dibaca searah jarum jam.

3.2    Candi Borobudur Menjadi Pusat Perhatian Masyarakat Dunia Baik Dari Segi Kepariwisataan, Arkeologi, dan Pengetahuan
            Setelah pemugaran Candi Borobudur selesai, baru ada gagasan untuk lebih mengembangkan Candi Borobudur dan wilayah sekitarnya sehingga akan dapat mendukung keberadaan Candi Borobudur sebagai tujuan wisata utama. Karena dalam setiap liburan terjadi ledakan pengunjung yang tidak diwaspadai akan membawa pengaruh bagi pelestarian maupun kenyamanan pengunjung. Maka dari itu untuk menjaga dan melestarikannya, pemerintah membentuk  Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan sebagai salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di bawah naungan Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi yang tugasnya adalah mengelola Candi Borobudur dan Prambanan tidak hanya di bidang kepariwisataan tetapi juga menyangkut bidang lainnya seperti kebudayaan, kepurbakalaan, pendidikan, ekonomi maupun pengembangan wilayah yang bersangkutan. Fasilitas-fasilitas yang disediakan cukup membuat menarik para pengunjung yaitu antara lain museum arkeologi baik museum tertutup ataupun terbuka, Borobudur Study Center di Borobudur, Information Centre, kebun pembibitan, tempat penitipan barang, parkir, warung, mushola, toilet, dan sebagainya. Candi ini merupakan karya seni terbesar yang merupakan hasil karya yang sangat mengagumkan, sehingga menjadi obyek wisata yang menarik banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Borobudur menjadi salah satu bukti kehebatan dan kecerdasan manusia yang pernah dibuat di Indonesia. Sehingga tak heran apabila Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.
3.3    Perkembangan Candi Borobudur Pada Saat Ini
            Kawasan Borobudur berkembang dengan bertitik tolak pada keberadaan Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke- 8 M, hingga ditemukannya kembali, ditetapkan sebagai Pusaka Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991, dan mewujud sebagai tujuan wisata sampai saat ini. Penelitian perubahan-perubahan yang terjadi pasca pemugaran selama dekade 1970-an cenderung intensif. Ada banyak pusat pertumbuhan baru yang membentuk pusat pariwisata, pemerintahan, dan perdagangan. Kenyataan ini berbeda dengan pusat pertumbuhan awal di Borobudur yang mengikuti keberadaan sungai dan sumber air. Pengelolaan kawasan tersebut hingga kini masih mengikuti prinsip yang diatur dalam masterplan JICA (1979) dan diperkuat oleh Kepres No. 1/1992 yang membagi kewenangan pengelolaan sesuai zonanya. Situs Candi Borobudur     (Zona I) dikelola oleh Balai Konservasi Candi Borobudur di bawah naungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Kompleks taman wisata Candi Borobudur (Zona II) dikelola oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur yang berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wilayah diluar kedua zona itu dikelola oleh pemerintah daerah. Jadi praktis, Pemerintah Desa Borobudur memiliki satu kantong di dalam wilayah administratifnya yang tidak boleh dicampuri. Taman Wisata Candi Borobudur dan beragam kegiatannya telah memberikan dampak yang intensif terhadap wilayah dan masyarakat Desa Borobudur.
Dalam perkembangannya, keadaan pengelolaan kawasan pusaka Borobudur pun telah disadari harus diperbaharui agar sesuai dengan yang ada saat ini. Sejak tahun 2008, langkah-langkah menyusun masterplan kawasan pusaka Borobudur telah digiatkan dan dalam berbagai kesempatan melibatkan pula wakil masyarakat setempat. Dengan sebuah tujuan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan strategis nasional, masyarakat pedesaan di Borobudur merasa harus lebih tahu apa yang mereka punya dan yang ingin mereka kembangkan di wilayahnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1    Simpulan
            Dari uraian tadi, maka kami dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.
1.        Candi Borobudur dibangun dan didirikan oleh Raja Samaratungga dan para penganut Agama Budha lainnya sekitar 800 M lalu, yang letaknya di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, sabelah selatan Kota Magelang. Sedangkan nama Borobudur itu sendiri, berasal dari dua kata yaitu boro yang artinya vihara, diambil dari bahasa Sanksekerta dan budur yang artinya  di atas, di ambil dari bahasa daerah Provinsi Bali, sehingga nama Borobudur artinya asrama atau kompleks candi yang terletak di atas bukit.
2.        Candi Borobudur adalah hasil karya seni terbesar yang sangat mengagumkan serta menjadi bukti kecerdasan dan kehebatan manusia yang dibuat di Indonesia. Sehingga menjadi obyek wisata yang menarik, maka tak heran jika Candi Borobudur menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, ataupun pengetahuan.
3.        Perkembanagn Candi Borobudur saat ini, dapat dilihat dari segi bangunannya, pada saat ini, seperti kita ketahui banyak terdapat kerusakan, baik pada dinding-dinding candi, patung, ataupun reliefnya. Kerusakan ini disebakan karena faktor usia candi  yang sudah sangat tua dan faktor alam. Namun, di sisi lain pengelolaan Candi Borobudur tersebut harus diperbaharui agar citra, keindahan, dan daya tarik Candi Borobudur ini tetap terjaga.

4.2    Saran
            Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1.        Sebagai generasi muda yang berpengetahuan luas, tentu saja kita dituntut untuk mengetahui tempat-tempat bersejarah yang ada di Indonesia termasuk Candi Borobudur yang menjadi pusat perhatian masyarakat dunia. Sehingga muncul sikap tanggung jawab terhadap warisan budaya tersebut untuk tetap dijaga, dikelola, dan dipertahankan.
2.        Selain berbangga diri karena Candi Borobudur dibuat di Indonesia, kita juga harus berkomitmen untuk mempertahankan keistimewaan dan keindahan Candi Borobudur, agar tetap menjadi pusat perhatian masyarakat dunia, hingga kita bisa memperkenalkan kekhasan dan keunikan budaya-budaya Indonesia pada dunia.
3.        Menjaga dan memelihara keistimewaan, kekhasan, dan keindahan Candi Borobudur serta lingkungan alam sekitarnya agar tetap asri dan dikagumi oleh masyarakat dunia. Hal itu bisa dilakukan melalui pembenaran apabila terjadi kerusakan ataupun pembersihan apabila terjadi akibat sektor alam.

DAFTAR PUSTAKA

Soekmono, Dr. 1981. Candi Borobudur. Yogyakarta: Pustaka Jaya.
Soedirman, Drs. 1980. Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia. Yogyakarta:         Gramedia.
Moertjipto, Drs. 1993. Borobudur, Pawon, dan Mendut. Yogyakarta: Kanisus.
Alwi, Hasan, dkk. 2001. Kamus Besar Bahas Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0307/08/nas18.htm/

  
SMAN 1 BANTARUJEG WARNA.jpgPEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA
DINAS PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA
UPTD SMA NEGERI 1 BANTARUJEG
Alamat: Jalan Siliwangi No. 119 Bantarujeg, Majalengka 45464

 

BERITA ACARA BIMBINGAN KARYA ILMIAH


KELOMPOK                             :  8


ANGGOTA KELOMPOK        :

 1.    Dikdik Somantri
2.    Dini Maharani
3.    Gilang Sukma Gumilar
4.    Imas MAsturoh

5.    Neli Puspitasari
6.    Sarah Robiah Adawiyah
7.    Yayang Deta Mey Mareta
8.    Yulia Nurjanah


PROGRAM STUDI                   :  IPA


PEMBIMBING                                  :   

1.    Asep Sukmawijaya, S.Pd.

2.       Lesi Nurmely, S.Pd.


JUDUL KARYA ILMIAH       :  Gambaran Tentang Sejarah dan Perkembangan Candi                                Borobudur                                

No.
Tanggal
Kegiatan Bimbingan
Tanda Tangan/Paraf
Pembimbing I
Pembimbing II
1.
06 Oktober 2011
Pengajuan Judul


2.
26 Oktober 2011
Pengajuan Bab I


3.
28 November 2011
Perbaikan Bab II


4.
28 November 2011
Pengajuan Bab III


5.
30 November 2011
Perbaikan Bab IV


6.
01 Desember 2011
Acc Makalah




Bantarujeg, Januari 2012
Pembimbing I,                                                                         Pembimbing II,



Asep Sukmawijaya, S.Pd.                                                       Lesi Nurmely, S.Pd.

NIP                                                                                         NIP